Linggasatu.com — Rasa sedih duka dan penyesalan tergores jelas di wajah H.Arif (58 tahun) Kapten KM Berkat Anugrah, pria tiga orang anak ini sama sekali tidak menyangka
kalau hari itu Minggu (24/6) dia dan seluruh penumpang KM Berkat Anugrah akan mengalami musibah dan hampir empat jam terombang-ambing di tengah laut yang cukup luas di Perairan Kabupaten Lingga.
”Saya sering kena badai di laut, namun baru kali ini badai barat daya yang cukup luar biasa, gelombang laut lebih besar dari pada kapal sehingga kami habis di sapu ombak dan kapal milik saya tengelam.” ujar H. Arif saat di jumpai di Mapolres Lingga Senin (25/6) saat menjalani pemeriksaan penyidik Kepolisian.
Baca juga : http://linggasatu.co.id/2018/06/24/kapal-dari-lingga-tujuan-batam-karam-1-orang-tewas/
Menurut Arif, sejak tahun 1992 dia bekerja sebagai pengantar pasokan barang dari Provinsi Jambi ke Kota Batam, namun sejak satu tahun terakhir ini dia mengunakan KM Berkat Anugrah untuk mengantar pasokan barang-barang tersebut, kapal miliknya ini terkadang satu bulan sampai tiga kali berangkat dari Jambi ke Batam untuk mengantarkan barang pesanan termasuk sembako dan barang-barang yang lain.
Selama ini Arif mengaku tidak pernah membawa penumpang sebab kapal tersebut sengaja di buat untuk mengantar barang-barang seperti pisang dan kelapa.
”Mereka bukan penumpang pak, mereka adalah tetangga yang saat itu akan pulang ke Batam setelah lebaran di rumah famili nya di Jambi, kalau kami tidak bawa naik kapal kami tidak enak karena kami satu kampung dan mereka minta tolong.” ungkap Arif dengan wajah lesu.
Selama perjalan di laut angin cukup teduh dan gelombang bersahabat, namun tiba-tiba saja Minggu (24/6) sekitar pukul 07.20 Wib angin tiba-tiba datang hujan deras, dan gelombang tinggi. Arif yang menyadari kapalnya akan tengelam langsung meminta para anak buah kapal dan sembilan orang penumpangnya untuk naik ke atas kapal.
”Kejadianya sangat cepat, saya terus berupaya untuk menyelamatkan para penumpang kapal dengan mengunakan peralatan seadanya agar mereka jangan sampai tengelam,
sangat cepat kejadianya sehingga kapal langsung tengelam dan kami terampung-apung diatas atap kapal, sambil menunggu pertolongan.” ungkap Nahkoda Kapal ini sambil menghapus keringat di dahinya.
Hal yang sama juga disampaikan Saril (55 tahun) Anak Buah Kapal (ABK), menurut pria ini gelombang cukup kuat, biasanya badai hanya berlangsung 1 hingga 2 jam, namun hari itu badai seakan-akan tak mau berhenti, bahkan saat kapal sudah tengelam dia terus berusaha berjuang agar jangan sampai ada satu orangpun yang terpisah dari rombongan yang berlindung diatap kapal karena gelombang terus menghantam.
”Ibu yang meninggal itu bukan tengelam, tapi karena sakit menurut keluarganya bahkan saat berhasil di evakuasi masih hidup, namun sesamoainya di darat takdir berkata lain, kami tidak meminta ongkos dari mereka, para penumpang itu mau pulang ke Batam tidak punya uang, karena kasihan dan tetangga akhirnya kita kasih tumpangan.” imbuh Saril.
(Rangga)