LINGGASATU.COM — Dibalik kacamata beningnya, pandangan terus menatap kedepan memperhatikan buih-buih ombak yang siang itu semakin meninggi, yang semula tampak penuh semangat, seketika raut kecemasan serta berubah lesu keluar dari mimik wajahnya.
“Murid-murid ku sudah menunggu untuk menimba ilmu, dari semalam sudah ku persiapan dan untuk hari ini aku tidak bisa berjumpa dengan mereka karena ombak hari ini tidak bersahabat.” ujar Densy wanita yang akrap di panggil dengan sebutan Bunda.
Tidak berlebihan rasanya kalau wanita dengan bernama lengkap Lensy Fluzianti ini mendapat sebutan Kartini nya Kabupaten Lingga karena kepedulian dan kecintaannya dengan dunia pendidikan terutama untuk anak-anak suku asli yang ada di Kabupaten Lingga.
Merasa pupus harapannya hari ini untuk memberikan ilmu untuk anak-anak didiknya, wanita yang saat ini berusia 45 tahun ini hanya dapat menghela nafas dalam-dalam dan berharap besok ombak sudah bersahabat sehingga pompong yang biasa dinaikinya bisa mengantarkan ilmu yang dimilikinya untuk diberikan kepada anak didiknya yang berada di pulau-pulau.
Saat dijumpai LINGGASATU.COM Minggu (21/4/2019) ibu tiga orang anak ini mengaku memiliki kewajiban untuk mencerdaskan anak-anak bangsa meski segala upaya yang dilakukan saat ini yang menurutnya masih sangat terbatas karena minimnya fasilitas dan dukungan dari semua pihak.
Berbekal dari pengalamanya mengajar Pendidikan anak usia dini (PAUD) empat tahun yang lalu kini Bunda Densy memilih mengajar anak-anak suku asli (sebutan suku laut red) yang tersebar di pulau-pulau kecil yang nyaris tidak tersentuh dengan segala fasilitas pendidikan.
Sambil terus menatap pandangannya kedepan, Densy menuturkan ada puluhan anak-anak yang saat ini berpindah-pindah antar satu pulau ke pulau lain karena ikut orang tua, disinilah wanita pengiat Yayasan Kajang yang berkantor di Daek Lingga ini memiliki kewajiban untuk mengajar dan memberikan ilmu pelajaran pada anak-anak yang seharusnya sudah memasuki usia sekolah tersebut.
“Kami mendapat pinjaman dari Dinas Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Lingga 150 buku setiap 3 bulan sekali di tukar lagi, selain itu kami juga mendapatkan bantuan dari Kuat Internasional yang berkantor di Jakarta sebanyak 200 buah buku.” imbuh Bunda Densy
Wanita lulusan SMA ini, mengaku akan terus berjuang untuk mencerdaskan kehidupan bangsa terutama anak-anak suku asli yang saat ini berada di Kabupaten Lingga, meski diakui Bunda Densy apa yang dilakukanya saat ini belum maksimal karena keterbatasan sarana dan prasarana namun Densy berkeyakinan bahwa Pemerintah Kabupaten Lingga dan Provinsi Kepri akan ikut ambil bagian dalam masalah ini, sebab anak-anak tersebut adalah penerus generasi bangsa Indonesia yang harus di selamatkan dan wajib mendapat pentingnya dunia pendidikan.
”Mereka juga bagian dari kita, oleh sebab itu saya mengharapkan ada kepedulian dari Pemerintah.” Imbuhnya.
Densy menuturkan murid-muridnya yang belajar membaca dan menulis tidak belajar dalam ruangan yang tertutup melainkan dimana saja berada baik di halaman yang terbuka, di bibir-bibir sungai atau dimana saja asalkan bisa berteduh saat panas dan hujan datang, semangat juang Densy timbul dan terinspirasi dari RA Kartini “Habis gelap terbitlah terang”.
Editor : Fikri
Penulis : Prasetya