LINGGASATU.COM — Ganja termasuk narkotika golongan 1, yang berarti tidak boleh dipakai bahkan untuk keperluan medis di Indonesia. Namun ganja pun menuai kontroversi karena dilegalkan sebagai pengobatan medis di beberapa negara lain.
Dikutip dari WebMD, ganja dijadikan keperluan medis karena mengandung dua bahan kimia utama, yaitu delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) dan cannabidiol (CBD). Dua bahan kimia yang memiliki efek samping berlawanan.
Efek THC yang menyebabkan pengguna ganja mabuk, ternyata bisa mengurangi rasa sakit, mual, inflamasi, dan bertindak sebagai antioksidan. Sementara CBD bisa mengembalikan kesadaran, mengurangi rasa gelisah dan ketakutan, serta bertindak sebagai antiTHC. Riset masih terus dilakukan untuk mengetahui cannabidiol lain yang bisa digunakan dalam pengobatan.
Ada beberapa penyakit atau kondisi yang menggunakan ganja medis sebagai pengobatan, seperti Alzheimer, kanker, penyakit crohn, epilepsi, anoreksia, glaukoma, sklerosis multipel, kejang otot, mual, atau kondisi kesehatan mental seperti skizofrenia dan gangguan stres pasca trauma (PTSD).
“Jumlah terbesar bukti untuk efek terapi kanabis (ganja medis) berkaitan dengan kemampuannya untuk mengurangi rasa sakit kronis, mual dan muntah karena kemoterapi, dan kelenturan (otot ketat atau kaku)” kata Marcel Bonn-Miller, PhD, spesialis penyalahgunaan zat di University of Pennsylvania Perelman School of Medicine.
Beberapa negara yang telah melegalkan ganja untuk pengobatan medis, yakni Belanda, Kanada, Amerika Serikat, Thailand, dan Jamaika. (KRI)
Source : WebMD