KUTIPAN.CO – Mansa Musa, salah satu orang terkaya sepanjang masa, Ia penguasa Afrika Barat di abad ke-14. Kekayaannya luar biasa sampai-sampai sedekahnya yang berikannya disebut mampu menghancurkan perekonomian suatu negeri.
Pada tahun 2012, situs web AS Celebrity Net Wort memperkirakan jumlah kekayaan mencapai angka US$400 miliar atau Rp 5,72 kuadriliun. Lalu siapakah Mansa Musa, yang sebenarnya?.
Mansa Musa lahir tahun 1280, yang berasal dari keluarga kekhalifahan Mali. Ia memiliki saudara laki-laki bernama Mansa Abu Bakr, yang berkuasa di kerajaan Mali hingga tahun 1312, ketika turun tahta Ia pergi dalam suatu ekspedisi yang terobsesi tentang Samudera Atlantik. Ia berangkat menggunakan armada 2000 kapal serta membawa ribuan pria, wanita hingga budak. Rombongan Abu Bakr diduga berhasil mencapai Amerika Selatan.
Namun, tidak ada bukti yang mendukung asumsi tersebut dan diduga hilang saat melakukan perjalanan laut untuk menemukan Samudera Atlantik. Sejak itulah, kemudian Mansa Musa muncul di publik dan tahun 1312, Ia mengangkat dirinya sebagai Raja Mali, menggantikan Abu Bakr II, yang hilang saat melakukan perjalanan laut untuk menemukan Samudera Atlantik.
Mansa Musa, Raja Emas
Pada masa itu, Kerajaan Mali berkembang pesat wilayahnya membentang luas setidaknya 24 kota baru, termasuk Timbuktu. Luas wilayahnya disebut mencapai 3.128 kilometer, dari Niger, Mauritania, Sinegal, Gambia, sampai Republik Gunea.
Wilayah kekuasaan Kerajaan Mali di bawah Mansa Musa menjangkau sebagian besar Afrika Barat, dari wilayah pantai Atlantik, pedalaman Timbuktu, dan beberapa bagian guru Sahara. Sumber daya alam yang besar sebagai central perdagangan di benua Afrika. Beragam komoditas ditawarkan mulai emas, gading, maupun garam.
Emas, komoditi utama kerajaaan Mali, hampir setengah jumlah emas yang beredar di kawasan dunia berada di Mali. Semua sumber-sumber kekayaan alam yang ada daerah kekuasaannya milik sang raja Mansa Musa. Atau dengan kata lain kekayaannya berasal dari aktivitas perdagangan tersebut milik Mansa Musa.
Perjalanan Haji ke Mekah
Semenjak Mali di bawah pemerintahan Mansa Musa, perkembangan perekonomian rakyatnya menjadi makmur dan sejahtera. Meski Mali memiliki ribuan batang emas, dan kaya raya ternyata dunia tidak mengenalnya.
Keadaan ini berubah setelah Mansa Musa memutuskan perjalanan haji di tahun 1324.Mansa Musa seorang Muslim yang taat, Ia melakukan perjalanan haji pergi ke tanah suci Mekah. Tidak diketahui, sejak kapan Ia masuk Islami, tetapi beberapa asumsi menyebut masyarakat Mali atau Timbuktu memeluk Islam 100 tahun sebelum Mansa Musa berkuasa.
Perjalanan haji bersama pengikutnya menarik perhatian dunia. Sejarah mencatat,inilah perjalanan haji paling glamor, paling mewah, paling kolosal yang pernah dilakukan oleh manusia, yang membutuhkan waktu lebih dari satu tahun.
Ia tidak pergi sendiri, tetapi membawa iring-iringan karavan beranggotakan kurang lebih 60000 orang, terdiri dari puluhan ribu prajurit, 12.000 budak, pembawa kabar, 80 unta, serta harta benda yang luar biasa. Perjalanan ditempuh panjangnya dikisahkan sekitar 4800 kilometer, melewati gurun Sahara.
Di samping beratnya tantangan alam seperti badai pasir, tidak sedikit munculnya ganguan dan ancaman di sepanjang perjalanan, seperti perampokan, dan serangan-serangan lainnya yang menggangu. Ia menyikapi dengan membawa pengawal pribadi, dan kebutuhan militer setara dengan persiapan ekspedisi penaklukan.
Ia juga membawa pelayan, juru masak dan orang-orang yang merawat kuda dan unta, kemudian menariknya Ia memiliki cukup banyak pemandu yang handal, serta memiliki pengetahuan lokal tentang kemana Oasis berikutnya berada.
Mansa Musa, tampaknya memahami tantangan perjalanannya. Namun, Ia memang cerdik memanfaatkan kesempatan haji untuk menyebarkan misi diplomatiknya.
Di sepanjang perjalanan kafilah Mansa Musa, populer, dan terkenal sifat kedermawannya. Setiap rombongan Mansa Musa melewati suatu daerah, ada dampak perekonomian yang dirasakan penduduk setempat, terutama orang miskin.
Disetiap daerah yang mereka lewati, Mansa Musa membagi ribuan batang emas. Batangan emas tersebut, kemudian dijual kembali dengan harga 5 kali harga normal. Aksi ini sebagai simbol diplomatik demi masa depan kekuasaannya.
Dikisahkan, Juli tahun 1324 M rombongan Mansa Musa sampai di Kairo, selanjutnya berkemah didekat piramida besar Giza, di pinggir kota Mesir modern. Dari campnya, Ia mengirim pesan Sultan Mamluk Mesir bersama 50.000 dinar emas.
Sultan gembira menyambut rombongan Mansa Musa, hingga Ia meminjamkan istana panas untuk ditinggali Mansa Musa selama 3 bulan di Mesir, tetapi Ia menolaknya dengan alasan hanya melintas di Kairo dalam perjalanan menuju ke Mekah.
Kisah tentang Mansa Musa di Mesir, dicatat oleh sejarawan Shihab Al-Umari, yang berada di Kairo 12 tahun setelah, kunjungan Mansa Musa. Al-Umari menyebut Mansa Musa, yang biasanya membanjiri kota dengan emas, mendadak terjadi inflansi nilai uang merosot, harga-harga merokot.
Melihat keadaan ini Mansa Musa, dengan cerdiknya meminjam emas sebanyak yang Ia bisa dari para rentenir di Kairo, dengan tingkat bunga yang tinggi saat Ia, dan rombongannya melewati Mesir dalam perjalanan pulang.
Terlepas itu semua, pengeluaran Mansa Musa sendiri selama di Mesir telah menghancurkan ekonomi lokal selama 20 tahun. Sebagian harta yang dimiliki disumbangkan untuk nmembangun masjid, madrasah diberbagai tempat yang Ia singgahi.
Ia dikenal peduli terhadap dunia pendidikan terlihat Ia membangun sarana untuk pendidikan, tempat ibadah. Tidak hanya sampai di isitu Ia juga memperluas wilayah kekuasaan dari Senegal, Mauritania, hingga Gao,yang terletak di wilayah Mali modern.
Mendirikan Kota Timbuktu, Pusat Pendidikan dan Peradapan Islam
Setelah sepulang dari perjalanan haji ke Mekah, Ia melakukan gebrakan baru salah satunya mengubah Timbuktu menjadi kota modern. Pada abad ke-12 Mansa Musa, mengundang para arsitek Afrika dari Djenne, dan arsitek Muslim dari Afrika Utara. Mereka mulai membangun kota itu secara perlahan.
Pembangunan di Timbuktu, menandai pesatnya perdagangan dan ilmu pengetahuan kala itu. Masjid Jingaray, kemudian dilanjutkan membangun istana kerajaan Timbuktu, masjid di Djenne, dan masjid agung di Gao membuat Kerajaan Mali terkenal di dunia.
Islam pada masa Mansa Musa berkembang pesat di Timbuktu, Gao, dan Djenne. Pada perkembangan selanjutnya abad ke-16 sampai ke-18 Timbuktu, menjadi tempat penting penyebaran agama Islam.
Hal ini terlihat jelas dari berbagai teks suci berasal Kairo, Bagdad, Persia dibawa ribuan kilometer jauhnya untuk dipelajari, dan disebarkan ke sepenjuru Afrika.
Dampak dari penyebaran agama Islam yang demikian besar dimasa pemerintahan Mansa Musa, hingga muncul sejumlah masjid bersejarah. Setidaknya, ada tiga masjid bersejarah dijumpai di kawasan in, yaitu masjid Djingareyber, Sankore dan Sidi Yahia. Konon kabarnya, tiga masjid tersebut dijuluki, sebagai oasis di padang Timbuktu.
Selain sebagai tempat beribadah pada abad ke-14, dan ke-15. Ketiga masjid bersejarah disebut menjadi tempat tinggal bagi para pelajar. Dari inilah kemudian Timbuktu, telah berkembang sebagai salah satu kota pusat ilmu pengetahuan, bahkan disebut sebagai peradapan Islam yang termansyur.
Pada masa berikutnya, Timbuktu berkembang pesat menjadi pusat pembelajaran, serta sentra perdagangan.Di abad ke-12 M, kota ini telah memiliki 3 universitas, yaitu Sankore University, Jingaray University dan Sidi Yahya University, dan 180 sekolah Al-Quran. Inilah masa keemasan peradapan Islam di Afrika.
Indikasi lain, Timbuktu dahulu sebagai pusat peradapan, dan study Islam ditemukannya, adalah berdirinya Universitas Sankore. Universitas ini dibangun oleh seorang wanita Mandika, yang menyumbangkan dananya untuk pembangunan universitas tersebut.
Universitas tersebut dilengkapi 400-700 ribu judul buku.Dari sinilah muncul ilmuwan dan ulama kenamaan lainnya mulai Muhammed Al-Kaburi hingga Ahmad Baba As-Sudane 1564-1624 M. Ia rektor terakhir Universitas Sankore yang menulis 60 beragam judul buku dari hukum sampai astronomi.
Namun, warisan Ahmad Baba banyak yang hilang ketika situasi Mali tidak aman.Saat itu Ahmad Baba pindah dan menetap ke Maroko selama belasan tahun inilah sejumlah karyanya raib. Karya-karyanya didasarkan pada pengalaman subyektif serta dilengkapi dengan landasan agama yang kuat.
Pemikiran Ahmad Baba dipandang sebagian sebagian ilmuwan memiliki pengaruh bagi dunia Islam. Hal ini terlihat dari literatur Islam pada abad pertengahan semakin berkembang.
Di era kejayaan Islam ilmu pengetahuan dan peradapan tumbuh sangat pesat. Rakyat di wilayah itu gemar membaca buku. Minat membaca demikian tinggi sehingga permintaan buku pun meningkat. Setiap orang berlomba membeli dan mengoleksi bermacam jenis buku. Perdagangan buku di kota itu cukup menjanjikan keuntungan dibanding lainnya.
Perkembangan Islam di Mali
Perjalanan haji Mansa Musa berdampak besar terhadap perkembangan Islam di Mali. Peristiwa kolosal tersebut, tercatat dalam beberapa sumber sejarah baik muslim maupun non Muslim, dari Afrika Barat maupun Mesir.
Pada akhir abad ke-14 perjalanan dilukis ke dalam atlas Catalan 1375, yang diciptakan oleh Kartografer Spanyol, Abraham Cresques. Atlas tersebut menggambarkan Musa duduk di atas tahta dengan tongkat dan mahkota emas, memegang bongkahan emas.
Pasca Mansa Musa meninggal dunia pada tahun 1337 M, setelah 25 tahun memerintah Mali, tidak ada yang mampu pengganti dan menandingi kualitas Mansa Musa.
Kekaisaran Songhai yang telah lama berbasis di Afrika Barat, beribukota Goa akhirnya muncul dan datang merebut Kekaisaran Mali yang kian memudar pengaruhnya pada akhir abad ke-14, 15 dan 16. Pasca Mansa Musa meninggal dunia pamor Mali makin hilang seiring menghilangnya emas dari tanah Mali.