LINGGASATU.COM — Muhammad Tamzil Bupati Kudus yang telah ditetapkan sebagai tersangka atas OTT yang dilakukan oleh KPK korupsi jual beli jabatan dilingkungan pemerintahannya. Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, Tuntutan hukuman mati bisa dikenakan pada Tamzil karena telah dua kali terjerat kasus korupsi.
Kendati demikian Basaria menyebutkan terlebih dahulu mempertimbangkan lebih jauh terhadap hukuman tersebut.
“Nanti kita perhitungkan ulang, keterlibatan dia ini benar-benar sampai di mana, dan nanti yang memastikan bukan satu-dua, kita semua ramai-ramai dulu (memastikan),” kata Basaria, di Gedung Pusdiklat Kemensetneg, Cilandak, Jakarta Selatan, Minggu (28/7/2019).
Lalu bagaimana implementasi hukuman mati bagi koruptor di mata pakar hukum Indonesia?
Menurut Abdul Fickar Hajar Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, ketentuan pidana mati termuat dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam memahami pidana mati terhadap koruptor, patut melihat penjelasan frasa “keadaan tertentu”.
“Ancaman hukuman mati terhadap koruptor yang memenuhi kondisi atau syarat ‘keadaan tertentu’ yaitu bila korupsi dilakukan pada saat negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang, korupsi pada saat bencana alam, korupsi pada saat krisis moneter dan sebagai pengulangan tindak pidana korupsi,” kata Abdul dikutip dari laman Kompas.com, Minggu (28/7/2019) malam.
Lenih jauh pakar hukum Universitas Trisakti ink mengatakan, ketentuan pidana mati hanya berlaku sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (1), yaitu perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
“Karena ketentuan hukuman mati bagi korupsi yang hanya berlaku bagi para koruptor yang merugikan keuangan negara, sedangkan bagi korupsi yang dilakukan dengan menerima suap, gratifikasi tidak terkena ancaman hukuman mati,” katanya
Merujuk pada rekam jejek Tamzil yang sebelumnya juga tersandung kasus korupsi, Abdul menegaskan, kriteria “pengulangan tindak pidana korupsi” tidak serta-merta dapat digunakan untuk menjatuhkan pidana mati bagi koruptor.
“Nah, bagaimana dengan residivis pengulangan korupsi karena suap? Maka pemberatannya dilakukan berdasarkan KUHP dengan penambahan pidana sepertiga tidak melebihi pidana yang terberat. Kembali lagi korupsi yang merugikan keuangan negara saja. Korupsi lainnya suap, gratifikasi yang diterima penyelenggara negara tidak bisa diancam hukuman mati,” ungkapnya (FKR)
Source : Kompascom